TEORI GRAMSCI DALAM HEGEMONI AGAMA
DI INDONESIA
Antonio Gramsci yang merupakan salah seorang
pemikir “kiri” karena sifat perjuangan dan pemikirannya yang bergaris besar
pada Marxian. Dalam hal ini Gramsci mencurahkan sebagian hidupnya berdiam diri didalam
penjara. Karena sebagian besar pemikirannya dipengaruhi oleh Marxian, dia
mendapat julukan sebagai penafsir teori Karl Marx atau juga bisa dikatakan
sebagai pengkritisi kekuatan dan kelemahan konsep dari pemikiran sebelum dan
sezamannya, khususnya pemikiran Marxian.
Gramsci yang mempunyai latar belakang kahidupan
yang berstrata sosial menengah kebawah mengaharuskan dia untuk bersusah payah
membantu keluarga dan juga untuk melanjutkan pendidikannya sebagai mahasiswa.
Selesai kuliah Gramsci mencoba mengekspresikan politiknya yang pada saat itu ia
mulai melibatkan dirinya dengan gerakan sosialis di Turin pada tahun 1913,
hingga tahun 1921 Partai Sosialis pecah dan Gramsci terpilih sebagai pengurus
pusat Partai Komunis Italia yang baru. Dilanjutkan pada tahun 1926 muncullah
Fasis Italia yang bertujuan untuk mengahancurkan segala kekuatan politik kiri,
Gramsci pun mulai dicekal dan menjadi tahanan polisi. Setelah beberapa tahun
dipenjara Gramsci mulai menulis bukunya tentang perdebatan Maxisme dan perspektif
baru dalam masalah revolusi sosial di Italia.
Salah satu pemikiran Grmasci yang sangat
dominan adalah tentang hegemoni. Teori hegemoni ini sebenarnya merupakan kritik
yang dinyatakan secara jekas terhadap teori penyederhanaan gejala dan
esensialisme yang banyak melanda penganut Marxian dan juga Non-Marxian. Disini
hegemoni merujuk pada situasi sosial pilitik yang dalam istilah Gramsci disebut
“momen”, dimana filsafat dan praktik sosial masyarakat menyatu dalam keadaan
seimbang. Pada hakikatnya, hegemoni merupakan upaya untuk mendorong orang agar
menilai dan memandang problematika sosial dalam kerangka yng ditentukan.
Gramsci menggunakan konsep hegemoni untuk menjelaskan dan meneliti bagaimana
masyarakat Kapitalis modern doorganisasi atau distruktur pada masa dulu dan
masa kini.
Disesuaikan dalam konteks Indonesia seperti
hegemoni agama. Agama yang mengandung nilai-nilai yang harus dipedomani oleh
setiap penganutnya, sehingga menjadikan mereka sebagai manusia yang
memanusiakan. Dan dengan dasar itu manusia menjadikan ajaran agama sebagai cara
untuk memvalidasi kebenaran. Dalam pemerintahan di Indonesia pun menjadikan
nilai-nilai dan ajaran agama tertentu sebagai landasan kehidupan masyarakat dan
negaranya. Kemudian dalam kebenaran pikir manusia dan negara yang diperoleh
dari atau dengan dasar pemahaman terhadap ajaran dan nilai agama tertentu, memiliki konsekuensi hegemoni didalamnya.
Kebenaran agama yang menjadi sebuah doktrin atau malah dogma yang tidak bisa
ditolak kebenarannya dan terkadang menimbulkan fanatisme.
Sebagai contoh dalam agama islam, ada gesekan
antara Syiah dan Sunni, Nu dan Muhammadiayah. Dan klaim-klaim kebenaran antar
pemeluk agama yang berbeda berakibat
pada konflik anatar agama seperti yang terjadi pada tahun 1990-an akhir di
Sulawesi. Di Indonesia sendiri hegemoni agama yang melahirkan diskriminasi
agama. Melalui kebenaran nila-nilai agama juga megara melakukan pembenaran
program-program pembangunannya, contoh seperti program Keluarga Berencana yang
akhirnya dapat diterima oleh pemeluk agama-agama setelah tokoh-tokoh agama
mengambil rujukan nilai keagamaan.
Contoh
kasus lagi seperti Komunitas Penghayat masyarakat adat Cirendeu, Tangerang
Selatan dan komunitas adat lainnya yang tidak memeluk agama resmi pemerintah,
memerjuangkan hak-hak mereka sebagai warga negara, seperti mendapat KTP dan
Surat Nikah. Mereka secara tidak langsung dipaksa untuk memilih Islam atau
Kristen sebgai agama mereka di KTP, karena karena aplikasi computer yang ada
tidak menyediakan item penghayat pada kategori agama. Akibatnya masyarakat
secara umum menerima hegemoni itu, damn memilih salah satu agama untuk
dicantumkan didalam KTP, walaupun sehari-harinya tetap sebagai penghayat.
Sesederhananya yang terjadi adalah benar-benar Islam atau Kristen KTP.
Selanjutnya adat yang menolak hegemoni
agama-agama, negara yang tidak akan memilih kedua agama dominan diatas, dan
membiarkan kategori agama dalam KTP dengan strip (kosong). Ini yang akan
memiliki konsekuensi administrasi penduduk, terutama berkaitan dengan praktek pernikahan
adat.