Aliran ini merupakan
aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia.
Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari
Plato. Yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan
kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa
bayangan saja dari alam idea.
Pada awal abad ke-20
aliran filosofis yang dominan di inggris adalah idealisme. Kadang-kadang juga
disebut neohegelianisme Inggris, karena filsafat Hegel jelas sekali
merupakan sumber inspirasi yang utama bagi para penganut idealisme Inggris.
Tetapi itu tidak berarti bahwa filsuf-filsuf bersangkutan hanya dipengaruhi
oleh Hegel saja, seba filsafat Kant, misalnya sering kali digunakan juga dan
dari filsuf-filsuf Yunani mereka menaruh perhatian khusus pada Plato.[1]
Aristoteles memberikan
sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai suatu
tenaga yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda
itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak
pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya
pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.
Pada jaman Aufklarung para
filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme) seperti Descartes dan
Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan, maupun
keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan.
Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut
idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki
dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman idealisme pada masa abad ke-18
dan 19 ketika periode idealisme. Dan Jerman yang berpengaruh besar di Eropa.
Secara historis, idealisme diformulasikan
dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM). Athena,
selama Plato hidup, adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan).
Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring
dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh
subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah
besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya
hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa
Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk
mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul
kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis). Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya
menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga.
Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya
pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang
kepercayaan dan nilai.
Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu
reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya
Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal).
Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami
perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi
yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat
kebenaran yang universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat
ditemukan pada matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar (merupakan
kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang
akan datang pasti akan tetap benar. Idealisme dengan penekanannya pada
kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada pemikiran kefilsafatan. Selain
itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia pemikiran modern. [2]
B.
Pengertian Idealisme
Arti filsafati dari kata idealisme ditentuksn
lebih banyak oleh arti dari kata ide dari pada kata ideal. W.E. Hocking,
seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih tepat digunakan idealism.
Secara ringkas, bahwa realitas terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal
(mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material dan kekeuatan. Idealisme
menekankan mind sebagai hal yang lebih dahulu (primer) dari pada materi.
Sebaliknya, materialisme mengatakan
sebaliknya. Materialisme mengatakan bahwa materi itu hal yang riil atau nyata.
Adapun akal (mind) hanyalah fenomena yang menyertainya. Idealisme mengatakan
bahwa akal itulah yang riil dan materi hanyalah merupakan produk sampingan.
Dengan demikian, idealisme mengandung pengingkaran bahwa dunia ini pada
dasarnya sebagai sebuah mesin besar yang harus ditafsirkan sebagai materi,
mekanisme atau kekuatan saja.
Alam bagi orang idealis, mempunyai arti dan maksud
yang diantara aspek-aspeknya adalah perkembangan manusia. Oleh karena itulah
seorang idealis akan berpendapat bahwa, terdapat suatu harmoni yang dalam arti
manusia dengan alam. Apa yang “tertinggi” dalam “jiwa” juga merupakan “yang
terdalam dalam alam”. Manusia merasa ada dalam rumahnya dalam alam. Ia bukanlah
orang atau makhluk ciptaan nasib, oleh karena alam ini adalah suatu sistem yang
logis atau spiritual, dan hal ini tercermin dalam usaha manusia untuk mencari
kehidupan yang lebih baik. Jiwa “self” bukannya satuan yang terasing atau tidak
riil, jiwa adalah bagian yang sebenarnya dari proses alam. Proses ini dalam
tingkat yang tinggi menunjukkan dirinya sebagai aktifitas, akal, jiwa atau
perorangan. Manusia sebagai suatu bagian dari alam menunjukkan struktur alam dalam
kehidupan sendiri.[3]
Beberapa pengertian Idealisme :
1.
Adanya
suatu teori bahwa alam semesta beserta isinya adalah suatu
penjelmaan pikiran.
2.
Untuk
menyakan eksistensi realitas, tergantung pada suatu pikiran dan
aktivitas-aktivitas pikiran.
3.
Realitas
dijelaskan berkenaan dengan gejala-gejala psikis seperti pikiran-pikiran, diri,
roh, ide-ide, pemikiran mutlak dan lain sebagainya dan bukan berkenaan dengan
materi.
4.
Seluruh
realitas sangat bersifat mental (spiritual, psikis). Materi dalam bentuk
fisik tidak ada.
5.
Hanya ada
aktivitas berjenis pikiran dan isi pikiran yang ada. Dunia eksternal tidak
bersifat fisik.
Pandangan beberapa filsuf mengenai
Idealisme :
1.
Schelling
memberikan nama yang diberikan Idealisme subyektif pada filsafat Fichte, dengan
alasan bahwa dalam pemikiran Fichte dunia merupakan postulat subyek yang
memutuskan.
2.
Idealisme
obyektif adalah nama yang diberikan oleh Schelling pada pemikiran filsafatnya.
Menurutnya, alam adalah intelegensi yang kelihatan. Hal tersebut menunjukkan
semua filsafat yang mengidentikkan realitas dengan ide, akal atau roh.
3.
Hegel
menerima klasifikasi schelling, dan mengubahnya menjadi idealisme absolut
sebagai sintesis dari pandangan idealisme subyektif (tesis) dan obyektif
(antitesis).
4.
Idealisme
transendental adalah pandangan dan penyebutan dari Immanuel Kant. Sering disebut
sebagai idealisme kritis. Pandangan ini mempunyai alternatif yaitu isi dari
pengalaman langsung tidak dianggap sebagai benda dalam dirinya, sedangkan ruang
dan waktu merupakan forma intuisi kita sendiri.
5.
Idealisme
personal adalah sistem filsafat Howison dan Bowne.
6.
Idealisme
voluntarisme dikembangkan oleh Foulee dalam suatu sistem yang melibatkan tenaga
pemikiran.
7.
Idealisme
teistik pandangan dan sistem filsafat dari Ward.
8.
Idealisme monistik
adalah penyebutan dan sistem filsafat dari Paulsen.
9.
Idealisme
etis adalah pandangan filsafat yang dianut oleh Sorley dan Messer.
10. Idealisme Jerman,
pemicunya adalah Immanuel Kant dan dikembangkan oleh penerus-penerusnya. Idealisme merupakan pembaharuan dari Platonis, karena para
pemikir melakukan terobosan-terobosan filosofis yang sangat penting dalam
sejarah manusia, hanya dalam tempo yang sangat singkat, yaitu 40 tahun (1790-
1830) dan gerakan intelektual ini mempunyai kedalaman dan kekayaan berpikir
yang tiada bandingnya.[4]
C. Tokoh-Tokoh
Idealisme
1.
Plato
(477 -347 S.M)
Menurutnya,
cita adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di
antara gambaran asli dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indra. Dan
pada dasarnya sesuatu itu dapat dipikirkan oleh akal, dan yang berkaitan juga
dengan ide atau gagasan. Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang
dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan
jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.
Menurut
Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia
dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide,
manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai
alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami
sehari-hari.
2.
Immanuel
Kant (1724 -1804)
Ia menyebut filsafatnya idealis transendental atau
idealis kritis dimana paham ini menyatakan bahwa isi pengalaman langsung yang
kita peroleh tidak dianggap sebagai miliknya sendiri melainkan ruang dan waktu
adalah forum intuisi kita. Dengan demikian, ruang dan
waktu yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dapat membantu kita (manusia) untuk
mengembangkan intuisi kita. Menurut
Kant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada bila seluruh
pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi, bila pengetahuan itu datang dari
luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman. Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis transendental menitik
beratkan pada pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan yang
tidak bergantung pada sebuah pengalaman.
3.
Pascal
(1623-1662)
Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :
a. Pengetahuan diperoleh
melalaui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua menggunakan hati. Ketika akal dengan semua perangkatnya
tidak dapat lagi mencapai suatu aspek maka hati lah yang akan berperan. Oleh karena itu, akal dan hati saling berhubungan satu sama lain.
Apabila salah satunya tidak berfungsi dengan baik, maka dalam memperoleh suatu
pengetahuan itu juga akan mengalami kendala.
b. Manusia besar karena pikirannya, namun ada hal
yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal
manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk
itu matematika, pikiran dan logika tidak akan mampu dijadikan alat untuk
memahami manusia. Menurutnya alat-alat tersebut hanya mampu digunakan untuk
memahami hal-hal yang bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat
konsisten. Karena ketidak mampuan filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk memahami
manusia, maka satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan agama. Karena
dengan agama, manusia akan lebih mampu menjangkau pikirannya sendiri, yaitu
dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun bersifat abstrak.
c. Filsafat bisa melakukan apa saja, namun
hasilnya tidak akan pernah sempurna. Kesempurnaan itu terletak pada iman.
Sehebat apapun manusia berfikir ia tidak akan mendapatkan kepuasan karena
manusia mempunyai logika yang kemampuannya melebihi dari logika itu
sendiri. Dalam mencari Tuhan Pascal tidak menggunakan metafisika, karena selain
bukan termasuk geometri tapi juga metafisika tidak akan mampu. Maka solusinya
ialah mengembalikan persoalan keTuhanan pada jiwa. Filsafat bisa menjangkau
segala hal, tetapi tidak bisa secara sempurna. Karena setiap ilmu itu pasti ada
kekurangannya, tidak terkecuali filsafat.
4.
J.
G. Fichte (1762-1914 M.)
Ia adalah
seorang filsuf jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun
1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya
disebut “Wissenschaftslehre” (ajaran ilmu pengetahuan). Secara sederhana pemikiran Fichte:
manusia memandang objek benda-benda dengan inderanya. Dalam mengindra objek
tersebut, manusia berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah proses
intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan objek itu menjadi
pengertian seperti yang dipikirkannya.
Hal
tersebut bisa dicontohkan seperti, ketika kita melihat sebuah meja dengan mata
kita, maka secara tidak langsung akal (rasio) kita bisa menangkap bahwa bentuk
meja itu seperti yang kita lihat (berbentuk bulat, persegi panjang, dll).
Dengan adanya anggapan itulah akhirnya manusia bisa mewujudkan dalam bentuk
yang nyata.
5.
F.
W. S. Schelling (1775-1854 M.)
Schelling telah matang menjadi seorang
filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, dalam usia 23 tahun, ia
telah menjadi guru besar di Universitas Jena. Dia adalah filsuf Idealis Jerman
yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel.
Inti dari filsafat Schelling: yang mutlak
atau rasio mutlak adalah sebagai identitas murni atau indiferensi, dalam arti
tidak mengenal perbedaan antara yang subyektif dengan yang obyektif. Yang
mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi yaitu yang nyata (alam sebagai objek)
dan ideal (gambaran alam yang subyektif dari subyek). Yang mutlak sebagai
identitas mutlak menjadi sumber roh (subyek) dan alam (obyek) yang subyektif
dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar. Tetapi yang mutlak itu sendiri
bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif dan bukan pula yang
subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi mutlak.
Maksud dari filsafat Schelling adalah, yang
pasti dan bisa diterima akal adalah sebagai identitas murni atau indiferensi,
yaitu antara yang subjektif dan objektif sama atau tidak ada perbedaan. Alam
sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek, keduanya saling
berkaitan. Dengan demikian yang mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya alam saja
atau jiwa saja, melainkan antara keduanya.[5]
6.
G.
W. F. Hegel (1770-1031 M.)
Ia belajar teologi di Universitas Tubingen dan
pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh
atau spirit), suatu istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha
menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak itu roh atau
jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan dirinya. Roh itu
dalam intinya ide (berpikir).[6]
Hegel sangat memetingkan rasio. Yang dimaksud
bukan saja rasio pada manusia perorangan, tetapi juga bahkan terutama rasio
pada Subjek Absolut, karena Hegel pun menerima prinsip idealistis, bahwa
realitas seluruhnya harus disertakan dengan suatu subjek. Suatu dalil Hegel
yang kemudian menjadi terkenal berbunyi, “semuanya yang riil bersifat rasional
dan semua yang rasional bersifat riil”. Dalil ini maksudnya ialah bahwa luasnya
rasio sama dengan luasnya realitas. Realitas seluruhnya adalah proses pemikiran
atau “ide” menurut istilah yang dipakai Hegel, yang memikirkannya sendiri. Atau
dengan perakataan Hegel lain lagi, realitas seluruhnya adalah lambat laun akan
sadar akan dirinya. Dengan mementingkan rasio, Hegel sengaja bereaksi atas
kecondongan intelektual pada waktu itu yang mencurigai rasio sambil
mengutamakan perasaan. Kecondongan ini terutama dilihat di dalam kalangan
“filsafat kepercayaan” dan dalam aliran sastra Jerman yang disebut “Romantik”.[7]
[1] K. Bertens.Filsafat
Barat Kontemporer Inggris-Jerman(Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Umum,1981)hlm.17
smoga manfaat.. :-D
BalasHapusBorgata Hotel Casino & Spa - Mapyro
BalasHapusThe Borgata Hotel Casino & 의왕 출장마사지 Spa has a hotel and 안성 출장마사지 casino. The Borgata Hotel Casino 서산 출장샵 & Spa offers over 1700 양주 출장마사지 slots and 70 table 나주 출장안마 games.